Rabu, 15 Oktober 2014

BK KELUARGA ,PERSIAPAN DAN TUJUAN NIKAH DALAM ISLAM

PERSIAPAN DAN TUJUAN NIKAH DALAM ISLAM

            Nikah adalah salah satu ibadah sunnah yang sangat penting, suatu mitsaqan ghalizan (perjanjian yang sangat berat). Banyak konsekwensi yang harus dijalani pasangan suami-isteri dalam berumah tangga. Terutama bagi seorang muslimah, salah satu ujian dalam kehidupan diri seorang muslimah adalah bernama pernikahan. Karena salah satu syarat yang dapat menghantarkan seorang isteri masuk surga adalah mendapatkan ridho suami, begitu juga sebaliknya.

 Agama Islam tidak akan mensyari'atkan sesuatu kecuali untuk tujuan yang mulia yaitu nikah.apabila seseorang sudah dewasa, baik dewasa fisik maupun fisikis dan sudah mampu untuk menikah, maka ia harus wajib menikah. oleh karena itu seseorang menikah bukan hanya sebatas memproleh keturunan saja, akan tetapi banyak  tujuan-tujuan tertentu, diantaranya:

1. Melaksanakan tuntunan para Rasul

Menikah adalah ajaran para Nabi dan Rasul. Hal ini menunjukkan, pernikahan bukan semata-mata urusan kemanusiaan semata, namun ada sisi Ketuhanan yang sangat kuat. Oleh karena itulah menikah dicontohkan oleh para Rasul dan menjadi bagian dari ajaran mereka, untuk dicontoh oleh umat manusia.

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar Ra’du: 38).

Ayat di atas menjelaskan bahwa para Rasul itu menikah dan memiliki keturunan. Rasulullah Saw bersabda, “Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

2. Menguatkan Ibadah

Menikah adalah bagian utuh dari ibadah, bahkan disebut sebagai separuh agama. Tidak main-main, menikah bukan sekadar proposal pribadi untuk “kepatutan” dan “kepantasan” hidup bermasyarakat. Bahkan menikah menjadi sarana menggenapi sisi keagamaan seseorang, agar semakin kuat ibadahnya.

Nabi Saw bersabda, “Apabila seorang hamba menikah maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman).

3. Menjaga kebersihan dan kebaikan diri

Semua manusia memiliki insting dan kecenderungan kepada pasangan jenisnya yang menuntut disalurkan secara benar. Apabila tidak disalurkan secara benar, yang muncul adalah penyimpangan dan kehinaan. Banyaknya pergaulan bebas, fenomena aborsi di kalangan mahasiswa dan pelajar, kehamilan di luar pernikahan, perselingkuhan, dan lain sebagainya, menjadi bukti bahwa kecenderungan syahwat ini sangat alami sifatnya. Untuk itu harus disalurkan secara benar dan bermartabat, dengan pernikahan.

Rasulullah Saw bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya” (Hadits Shahih Riwayat Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, dan Baihaqi).

Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari dua keburukan maka ia akan masuk surga: sesuatu di antara dua bibir (lisan) dan sesuatu di antara dua kaki (kemaluan)” (HR. Tirmidzi dan Al Hakim. Albani mentashihkan dalam As Sahihah).

4. Mendapatkan ketenangan jiwa

Perasaan tenang, tenteram, nyaman atau disebut sebagai sakinah, muncul setelah menikah. Tuhan memberikan perasaan tersebut kepada laki-laki dan perempuan yang melaksanakan pernikahan dengan proses yang baik dan benar. Sekadar penyaluran hasrat biologis tanpa menikah, tidak akan bisa memberikan perasaan ketenangan dalam jiwa manusia.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang” (QS. Ar Rum: 21).

5. Mendapatkan keturunan

Tujuan mulia dari pernikahan adalah mendapatkan keturunan. Semua orang memiliki kecenderungan dan perasaan senang dengan anak. Bahkan Nabi menuntutkan agar menikahi perempuan yang penuh kasih sayang serta bisa melahirkan banyak keturunan. Dengan memiliki anak keturunan, akan memberikan jalan bagi kelanjutan generasi kemanusiaan di muka bumi. Jenis kemanusiaan akan terjaga dan tidak punah, yang akan melaksanakan misi kemanusiaan dalam kehidupan.

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik” (QS. An-Nahl: 72).

6. Investasi akhirat

Anak adalah investasi akhirat, bukan semata-mata kesenangan dunia. Dengan memiliki anak yang shalih dan shalihah, akan memberikan kesempatan kepada kedua orang tua untuk mendapatkan surga di akhirat kelak.

Rasulullah Saw bersabda, “Di hari kiamat nanti orang-orang disuruh masuk ke dalam surga, namun mereka berkata: wahai Tuhan kami, kami akan masuk setelah ayah dan ibu kami masuk lebih dahulu. Kemudian ayah dan ibu mereka datang. Maka Allah berfirman: Kenapa mereka masih belum masuk ke dalam surga, masuklah kamu semua ke dalam surga. Mereka menjawab: wahai Tuhan kami, bagaimana nasib ayah dan ibu kami? Kemudian Allah menjawab: masuklah kamu dan orang tuamu ke dalam surga” (HR. Imam Ahmad dalam musnadnya).

7. Menyalurkan fitrah

Di antara fitrah manusia adalah berpasangan, bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan untuk menjadi pasangan agar saling melengkapi, saling mengisi, dan saling berbagi. Kesendirian merupakan persoalan yang membuat ketidakseimbangan dalam kehidupan. Semua orang ingin berbagi, ingin mendapatkan kasih sayang dan menyalurkan kasih sayang kepada pasangannya.

Manusia juga memiliki fitrah kebapakan serta keibuan. Laki-laki perlu menyalurkan fitrah kebapakan, perempuan perlu menyalurkan fitrah keibuan dengan jalan yang benar, yaitu menikah dan memiliki keturunan. Menikah adalah jalan yang terhormat dan tepat untuk menyalurkan berbagai fitrah kemanusiaan tersebut.

8. Membentuk peradaban

Menikah menyebabkan munculnya keteraturan hidup dalam masyarakat. Muncullah keluarga sebagai basis pendidikan dan penanaman nilai-nilai kebaikan. Lahirlah keluarga-keluarga sebagai pondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan menikah, terbentuklah tatanan kehidupan kemasyarakatan yang ideal. Semua orang akan terikat dengan keluarga, dan akan kembali kepada keluarga.

Perhatikanlah munculnya anak-anak jalanan yang tidak memiliki keluarga atau terbuang dari keluarga. Mereka menggantungkan kehidupan di tengah kerasnya kehidupan jalanan. Padahal harusnya mereka dibina dan dididik di tengah kelembutan serta kehangatan keluarga. Mereka mungkin saja korban dari kehancuran keluarga, dan tidak bisa dibayangkan peradaban yang akan diciptakan dari kehidupan jalanan ini.

Peradaban yang kuat akan lahir dari keluarga yang kuat. Maka menikahlah untuk membentuk keluarga yang kuat. Dengan demikian kita sudah berkontribusi menciptakan lahirnya peradaban yang kuat serta bermartabat.

B. Persiapan Untuk Menikah

 Dalam menjalankan pernikahan ,tentu ada persiapan yang harus di penuhi sehingga tercapai apa yang di inginkan, persiapan tersebut adalah :

A. Persiapan spiritual/moral (Kematangan visi keislaman)

Dalam tiap diri muslimah, selalu terdapat keinginan, bahwa suatu hari nanti akan dipinang oleh seorang lelaki sholih, yang taat beribadah dan dapat diharapkan menjadi qowwam/pemimpin dalam mengarungi kehidupan di dunia, sebagai bekal dalam menuju akhirat. Tetapi, bila kita ingat firman Allah dalam Alqurâ’an bahwa wanita yang keji, adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik….” (QS An-Nuur: 26).
jadi yang harus dipersiapkan awalnya adalah spiritual, karena kalau tidak ada persiapan ini maka akan sulit untuk membimbing dan mengetahui tugas dalam rumah tangga. maka di perlukan spiritual untuk memproleh apa yang kita inginkan seterlah menikah.


B. Persiapan konsepsional (memahami konsep tentang lembaga pernikahan)

Pernikahan sebagai ajang untuk menambah ibadah & pahala : meningkatkan pahala dari Allah, terutama dalam Shalat Dua rokaat dari orang yang telah menikah lebih baik daripada delapan puluh dua rokaatnya orang yang bujang” (HR. Tamam).

Pernikahan sebagai wadah terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan menegakkan dienullah. Adapun dengan lahirnya anak yang sholih/sholihah maka akan menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya.

Pernikahan sebagai sarana tarbiyah (pendidikan) dan ladang dakwah. Dengan menikah, maka akan banyak diperoleh pelajaran-pelajaran & hal-hal yang baru. Selain itu pernikahan juga menjadi salah satu sarana dalam berdakwah, baik dakwah ke keluarga, maupun ke masyarakat.

C. Persiapan kepribadian

Penerimaan adanya seorang pemimpin. Seorang muslimah harus faham dan sadar betul bila menikah nanti akan ada seseorang yang baru kita kenal, tetapi langsung menempati posisi sebagai seorang qowwam/pemimpin kita yang senantiasa harus kita hormati & taati. Disinilah nanti salah satu ujian pernikahan itu. Sebagai muslimah yang sudah terbiasa mandiri, maka pemahaman konsep kepemimpinan yang baik sesuai dengan syariat Islam akan menjadi modal dalam berinteraksi dengan suami.

Belajar untuk mengenal (bukan untuk dikenal). Seorang laki-laki yang menjadi suami kita, sesungguhnya adalah orang asing bagi kita. Latar belakang, suku, kebiasaan semuanya sangat jauh berbeda dengan kita menjadi pemicu timbulnya perbedaan. Dan bila perbedaan tersebut tidak di atur dengan baik melalui komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan, maka bisa jadi timbul persoalan dalam pernikahan. Untuk itu harus ada persiapan jiwa yang besar dalam menerima & berusaha mengenali suami kita.

D. Persiapan Fisik

Kesiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan yang memadai sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami ataupun isteri secara optimal. Saat sebelum menikah, ada baiknya bila memeriksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang mempengaruhi masalah reproduksi. Apakah organ-organ reproduksi dapat berfungsi baik, atau adakah penyakit tertentu yang diderita yang dapat berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak dikandung. Bila ditemukan penyakit atau kelainan tertentu, segeralah berobat.

E. Persiapan Material

Islam tidak menghendaki kita berfikiran materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada materi. Akan tetapi bagi seorang suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka diutamakan adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi. Dan bagi fihak wanita, adanya kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga. Insyallah bila suami berikhtiar untuk menafkahi maka Allah akan mencukupkan rizki kepadanya. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni’mat Allah? (QS. 16:72) ” Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32)”.

F. Persiapan Sosial

Setelah sepasang manusia menikah berarti status sosialnya dimasyarakatpun berubah. Mereka bukan lagi gadis dan lajang tetapi telah berubah menjadi sebuah keluarga. Sehingga mereka pun harus mulai membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan di kedua belah pihak keluarga maupun di masyarakat. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,”Q.S. An-Nissa: 36).

Adapun persiapan-persiapan menjelang pernikahan (A hingga F) yang tersebut di atas itu tidak dapat dengan begitu saja kita raih. Melainkan perlu waktu dan proses belajar untuk mengkajinya. Untuk itu maka saat kita kini masih memiliki banyak waktu, belum terikat oleh kesibukan rumah tangga, maka upayakan untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah tangga kelak.


Rabu, 08 Oktober 2014

TUGAS KELOMPOK BIMBINGAN KONSELING KELUARGA





Tugas kelompok                                                                Dosen Pembimbing                 
 Bimbingan Konseling Keluarga                                      M. Fahli Zatra Hadi, S.SOS I 
  
BIMBINGAN KELUARGA


Hasil gambar untuk UINSUSKA RIAU

DISUSUN OLEH :


                                                      1. AHMAD SYARIF
                                                      2. NABIL FATIHIN
                                                      3. REAHLATUSSA'ADAH
                                                      4. MUHAMMAD SAHRAN

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU











DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I..... PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang................................................................................. 1
B.       Rumusan Masalah............................................................................ 1
C.       Tujuan............................................................................................... 1
BAB II... PEMBAHASAN
A.       PengertianKonselingKeluarga.......................................................... 2
B.       Tujuan Konseling Keluarga.............................................................. 4
C.       Prinsip Konseling Keluarga.............................................................. 5
D.       Perkembangan Konseling Keluarga................................................. 6
E.        Klasifikasi Konseling Keluarga........................................................ 7
BAB III.. PENUTUP
A.       Kesimpulan....................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
 












BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam kehidupan sekarang ini setiap orang pasti memiliki masalah. Begitupun dilingkungan sekitar kita terutama didalam keluarga, yang memiliki pendapat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.untuk menyatukan pendapat tersebut maka dibutuhkan konseling keluarga karena konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus.
Konseling keluarga ini secara memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannyamelibatkananggotakeluarga.

B.     Rumusan Masalah
1.        Apakah yang dimaksud dengan konseling keluarga?
2.        Apakah tujuan dari konseling keluarga?
3.        Apakah prinsip-prinsip dalam konseling keluarga?
4.        Bagaimana perkembangan konseling keluarga dinegara-negara maju seperti Eropa dan Amerika?
5.        Apa saja klasifikasi dari konseling keluarga?


C.    Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk memberikan pengertian tentang konseling keluarga.
2.      Untuk mengetahui tujuan dari konseling keluarga.
3.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam konseling keluarga.
4.      Untuk mengetahui perkembangan konseling keluarga dinegara maju.
5.      Untuk mengetahui klasifikasi konseling keluarga.





BAB II
PEMBAHASAN

A.      PengertianKonselingKeluarga
Konseling adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang pembimbing (konselor) kepada seseorang konseli atau sekelompok konseli (klien, terbimbing, seseorang yang memiliki problem) untuk mengatasi problemnya dengan jalan wawancara dengan maksud agar klien atau sekelompok klien tersebut mengerti lebih jelas tentang problemnya sendiri dan memecahkan problemnya sendiri sesuai dengan kemampuannya dengan mempelajari saran-saran yang diterima dari Konselor.
Sedangkan arti dari keluarga adalah suatu ikatan  persekutuan  hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang  hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah  rumah tangga. Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus. Konseling keluarga ini secara memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannyamelibatkananggotakeluarga.
Menurut D. Stanton konseling keluarga dapat dikatakan sebagai konselor terutama konselor  non keluarga, yaitu konseling keluarga sebagai sebuah modalitas yaitu klien adalah anggota dari suatu kelompok, yang dalam proses konseling melibatkan keluarga inti atau pasangan(Capuzzi,1991).
Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak (klien) baik dalam melihat permasalahannya maupun penyelesaiannya. Sebagai suatu system, permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain. Pada mulanya konseling keluarga terutama diarahkan untuk membantu anak agar dapat beradaptasi lebih baik untuk mempelajari lingkungannya melalui perbaikan lingkungan keluarganya (Brammer dan Shostrom,1982). Yang menjadi klien adalah orang yang memiliki masalah pertumbuhan di dalam keluarga. Sedangkan masalah yang dihadapi adalah menetapkan apa kebutuhan dia dan apa yang akan dikerjakan agar tetap survive di dalam sistem keluarganya.
Sedangkan Menurut  Cavanagh mendefinisikan konseling sebagai hubungan antara seorang petugas bantuan yang terlatih dengan seseorang yang meminta bantuan, di mana keterampilan petugas bantuan tersebut beserta suasana yang diciptakannya dapat membantu orang belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain dengan cara yang lebih menghasilkan pertumbuhan.Definisiinimengandungtujuhunsuryaitu:
1)         Petugas bantuan itu merupakan professional yang terlatih. Semakin akademik dan semakin praktis pelatihan yang pernah diikutinya, akan semakin tinggi kemampuanya untuk menangani berbagai macam masalah dengan tingkat keparahan yang bervariasi.
2)         Konselor memiliki hubungan dengan orang  yang sedang dibantunya. Ini berarti bahwa terdapat sekurang-kurangnya saling pengertian, kepercayaan, penerimaan, dan kerjasama pada tingkat yang memadai. Hubungan professional konseling itu akan tumbuh semakin dalam sejalan dengan bertambahnya waktu yang dipergunakan untuk konseling.
3)         Seorang konselor professional perlu memiliki keterampilan konseling dan kepribadian yangmenunjang.
4)         Seorang konselor membantu orang belajar. Ini berarti bahwa konseling merupakan suatu proses pembelajaran. Melalui proses tersebut orang belajar menghilangkan perilaku maladaptif dan belajar perilaku adaptif sesuai dengan konteksnya. Perilaku maladaptif itu dapat normal ataupun abnormal, tetapi sama-sama dapat mengganggu tercapainya pemenuhankebutuhan dan pertumbuhan.
5)         Orang belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Ini berarti bahwa konselor membantu orang berhubungan dengan dirinya sendiri secara lebih baik agar dapat menjadi lebih terintegrasi dan dapat menghindari konflik. Belajar berhubungan secara lebih baik dengan orang lain itu penting karena sebagian besar kebutuhan dasar psikologis dapat dipenuhi hanya melalui hubungan interpersonal. Hal ini penting juga karena manusia tidak hanya memiliki tanggung jawab pribadi untuk tumbuh tetapi juga memiliki tanggung jawab social untuk membantu orang lain tumbuh atau sekurang-kurangnya tidak menghambat pertumbuhan orang lain.
6)         Orang belajar berhubungan menuju pertumbuhan yang lebih produktif. Pertumbuhan yang produktif itu mengandung tiga makna. Pertama, ini berarti bahwa orang tumbuh dalam kompetensi intrapersonal dan interpersonal. Kedua, seyogyanya konseling diarahkan untuk membantu pertumbuhan kepribadian dan bukan sekedar menghilangkan gejala-gejala. Ketiga, konseling bukan hanya untuk orang yang mengalami gangguan psikologis, tetapi juga untuk mereka yang normal tetapi mengalami hambatan dalam pertumbuhannya.
7)         Konseling mengandung konotasi hubungan antara seorang konselor dengan seseorang yang meminta bantuan .

B.        Tujuan Konseling Keluarga
Tujuan konseling keluarga adalah menyempurnakan kehidupan dalam keluarga  dengan cara sharing dengan sesama anggota keluarga, yang mana tujuan keluarga ini mencakup dua aspek yaitu tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
a.       Tujuan Umum
Tujuan umum dari konseling keluarga pada hakikatnya merupakan  layanan  yang bersifat profesional yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1.        Membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluargamerupakan hasil pengaruh hubungan antar anggota keluarga.
2.        Membantu anggota keluarga dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota keluarga mengalami masalah, dia akan dapat memberikan pengaruh, baik pada persepsi, harapan, maupun interaksi dengan anggota keluarga yang lain.
3.        Upaya melaksanakan konseling keluarga kepada anggota keluarga dapat mengupayakan tumbuh dan berkembang suatu keseimbangan dalam kehidupan berumah tangga.
4.        Mengembangkan rasa penghargaan diri dari seluruh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain.
5.        Membantu anggota keluarga mencapai kesehatan fisik agar fungsi keluarga menjadi maksimal.
b.    Tujuan Khusus
1.        Untuk meningkatkan  toleransi dan dorongan anggota–anggota keluarga terhadap cara–cara yang istimewa atau keunggulan anggota–anggota lain.
2.        Mengembangkan  toleransi terhadap anggota –anggota keluarga yang mengalami frustasi / kecewa, konflik, dan rasa sedih yang terjadi karena faktor sistem keluarga atau diluar sistem keluarga.
3.        Mengembangkan  motif dan potensi – potensi setiap anggota keluarga dengan cara mendorong,memberi semangat, dan mengingatkan anggota tersebut.
4.        Mengembangkan  keberhasilan persepsi diri orang tua secara realistik dan sesuai dengan anggota – anggota lain.
Adapun tujuan konseling keluarga adalah:
·        Memperlancar komunikasi diantara anggota keluarga
·        Membantu anggota keluarga yang mengalami masalah
·        Konseling keluarga penuh dengan muatan emosional
·        Memanfaatkan konseling individual  untuk menyukseskan tercapainya  tujuan konseling keluarga


C.           Prinsip Konseling Keluarga
Disini ada 4 (empat) prinsip konseling keluarga diantaranya:
1. Keluarga adalah suatu sistem, anggota keluarga yang mana bagianintegral yang satu sama lain saling membutuhkan dan harus salingmendukung
2. Penyimpangan perilaku atau gangguan emosional anggota keluarga disebabkan oleh sistem keluarga yang sakit atau terganggu
3. keluarga adalah suatu kesatuan tetapi masing- masing anggota keluarga mempunyai individu yang memiliki perbedaan individual
4. Landasan serta prinsip keluarga perlu dipahami dan disepakati bersama oleh seluruh anggota keluarga

D.           Perkembangan KonselingKeluarga
Satu cara untuk memahami individu-individu dan keluarga mereka, yaitu dengan cara meneliti perkembangan mereka lewat siklus kehidupan keluarga. Berkesinambungan dan berubah merupakan ciri dari kehidupan keluarga. Sistem keluarga itu mengalami perkembangan setiap waktu. Perkembangan keluarga pada umumnya terjadi secara teratur dan bertahap. Apabila terjadi kemandegan dalam keluarga, hal itu akan mengganggu sistem keluarga.
Dalam keluarga laki-laki dan perempuan dibesarkan dengan perbedaan harapan peranan, pengalaman, tujuan, dan kesempatan. Kesukuan dan pertimbangan sosio-ekonomi juga memengaruhi gaya hidup keluarga. Terlebih dahulu, hal yang harus diperhatikan adalah membantu menentukan bagaimana keluarga itu membentuk nilai-nilai, menetukan pola-pola perilaku, dan menentukan cara-cara mengekspresikan emosi, serta menentukan bagaimana mereka berkembang melalui siklus kehidupan keluarga. Hidup dalam kemiskinan dapat mengikis struktur keluarga dan menciptakan keluarga yang tidakterorganisasi.
Contoh perkembangan konseling keluarga di dunia berasal dari daratan Eropa dan Amerika Serikat. Awal permulaan abad ke 20 berasal dari Eropa, namun perkembangannya lebih semarak pada tahun 60-an dan seterusnya di Amerika.
Perbedaan yang nyata antara Eropa dan Amerika Serikat terletak pada;
1.      Minat pakarnya, yaitu pakar-pakar di Eropa adalah praktisi kedokteran terutama kandungan.Sedangkan di Amerika adalah ahli sosiologi, psikologi, dan antropologi.
2.      Pasien keluarga di Eropa lebih banyak suami istri yang bermasalah dalam hal-hal seksual. Sedangkan di Amerika masalah keluarga adalah gabungan yaitu maslah suami istri dan masalah keluarga.
3.      Dukungan masyarakat terhadap konseling keluarga lebih luas di Amerika dari pada  Eropa. Sedangkan masayarakat Amerika adalah sekuler dan bebas menentukan pilihan.

E.            Klasifikasi Konseling Keluarga
Menurut Halley (1962) dalam proses perkembangan konseling keluarga terdapat dua dimensi orientasi praktis, lebih menekankan bahwa kebenaran tentang perilaku tertentu diperoleh dari pelaksanaan proses konseling dilapangan. Ada beberapa aliran yang berorientasi praktis yaitu:
a.              The dignified school of family
Aliran ini menghargai martabat manusia, artinya konselor menimbang secaraadil dengan memperhatikan sumber konflik dalam keluarga, misalnya denganmendengarkankeluhan secara langsung danmengadakanperundingan dengananggota keluarga.
b.             Dynamic psychodynamic school of family diagnosis
Aliran ini menekankan kepada fungsi diagnostik terhadap anggota keluarga,dan konselor berperan aktif dalam menemukan perbedaan-perbedaan di antaraanggota keluarga.
c.              Chuck it and run
Aliran ini merangsang konflik antar anggota keluarga, kemudian setelahkonflik muncul maka konselor mengamati cara-cara mereka dalam menyelesaikankonflik dengan cara merekam atau mengamati melalui kaca tembus sebelah.
d.             Great mother school
Aliran ini menekankan pada penerimaan individu dan sikap para anggotakeluarga, dan mengusahakan terciptanya hubungan yang saling mempercayai antar anggota keluarga.


BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
1.             Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus. Konseling keluarga ini secara memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannyamelibatkananggotakeluarga.
2.             Tujuan konseling keluarga adalah menyempurnakan kehidupan dalam keluarga  dengan cara sharing dengan sesama anggota keluarga, yang mana tujuan keluarga ini mencakup dua aspek yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
3.      prinsip konseling keluarga diantaranya:
1. Keluarga adalah suatu sistem, anggota keluarga yang mana bagianintegral yang satu sama lain saling membutuhkan dan harus salingmendukung
2. Penyimpangan perilaku atau gangguan emosional anggota keluarga disebabkan oleh sistem keluarga yang sakit atau terganggu
3. keluarga adalah suatu kesatuan tetapi masing- masing anggota keluarga mempunyai individu yang memiliki perbedaan individual
4. Landasan serta prinsip keluarga perlu dipahami dan disepakati bersama oleh seluruh anggota keluarga
4.             Perkembangan keluarga pada umumnya terjadi secara teratur dan bertahap. Apabila terjadi kemandegan dalam keluarga, hal itu akan mengganggu sistem keluarga.
5.             Perkembangan konseling keluarga terdapat dua dimensi orientasi praktis, lebih menekankan bahwa kebenaran tentang perilaku tertentu diperoleh dari pelaksanaan proses konseling dilapangan.




DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin Mahmud & Kustiah Sunarty.2006.Dasar-dasar Bimbingan & Konseling Keluarga.Makassar:Samudra Alif-MIM
Friedman M. Marilyn, 1998, Keperawatan keluarga-teori dan praktik, edisi 3, EGC, Jakarta.
Wright, L.M., & Leahey, M., 2000, Nurses and Families: a guide to family assessment and intervention, 3rd ed, F.A. Davis Company, Philadelphia.