BK KELUARGA ,PERSIAPAN DAN TUJUAN NIKAH DALAM ISLAM
PERSIAPAN DAN TUJUAN NIKAH DALAM ISLAM
Nikah adalah salah satu ibadah sunnah
yang sangat penting, suatu mitsaqan ghalizan (perjanjian yang sangat
berat). Banyak konsekwensi yang harus dijalani pasangan suami-isteri
dalam berumah tangga. Terutama bagi seorang muslimah, salah satu ujian
dalam kehidupan diri seorang muslimah adalah bernama pernikahan. Karena
salah satu syarat yang dapat menghantarkan seorang isteri masuk surga
adalah mendapatkan ridho suami, begitu juga sebaliknya.
Agama Islam tidak akan mensyari'atkan sesuatu kecuali untuk tujuan yang mulia yaitu nikah.apabila seseorang sudah dewasa, baik dewasa fisik maupun fisikis dan sudah mampu untuk menikah, maka ia harus wajib menikah. oleh karena itu seseorang menikah bukan hanya sebatas memproleh keturunan saja, akan tetapi banyak tujuan-tujuan tertentu, diantaranya:
1. Melaksanakan tuntunan para Rasul
Menikah adalah
ajaran para Nabi dan Rasul. Hal ini menunjukkan, pernikahan bukan
semata-mata urusan kemanusiaan semata, namun ada sisi Ketuhanan yang
sangat kuat. Oleh karena itulah menikah dicontohkan oleh para Rasul dan
menjadi bagian dari ajaran mereka, untuk dicontoh oleh umat manusia.
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar Ra’du: 38).
Ayat
di atas menjelaskan bahwa para Rasul itu menikah dan memiliki
keturunan. Rasulullah Saw bersabda, “Empat perkara yang termasuk sunnah
para rasul, yaitu sifat malu, memakai wewangian, bersiwak dan menikah”
(HR. Tirmidzi dan Ahmad).
2. Menguatkan Ibadah
Menikah
adalah bagian utuh dari ibadah, bahkan disebut sebagai separuh agama.
Tidak main-main, menikah bukan sekadar proposal pribadi untuk
“kepatutan” dan “kepantasan” hidup bermasyarakat. Bahkan menikah menjadi
sarana menggenapi sisi keagamaan seseorang, agar semakin kuat
ibadahnya.
Nabi Saw bersabda, “Apabila seorang hamba menikah maka
telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT untuk
separuh sisanya” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
3. Menjaga kebersihan dan kebaikan diri
Semua
manusia memiliki insting dan kecenderungan kepada pasangan jenisnya
yang menuntut disalurkan secara benar. Apabila tidak disalurkan secara
benar, yang muncul adalah penyimpangan dan kehinaan. Banyaknya pergaulan
bebas, fenomena aborsi di kalangan mahasiswa dan pelajar, kehamilan di
luar pernikahan, perselingkuhan, dan lain sebagainya, menjadi bukti
bahwa kecenderungan syahwat ini sangat alami sifatnya. Untuk itu harus
disalurkan secara benar dan bermartabat, dengan pernikahan.
Rasulullah
Saw bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian
berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa
(shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya” (Hadits Shahih
Riwayat Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, dan
Baihaqi).
Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang dijaga oleh
Allah dari dua keburukan maka ia akan masuk surga: sesuatu di antara dua
bibir (lisan) dan sesuatu di antara dua kaki (kemaluan)” (HR. Tirmidzi
dan Al Hakim. Albani mentashihkan dalam As Sahihah).
4. Mendapatkan ketenangan jiwa
Perasaan
tenang, tenteram, nyaman atau disebut sebagai sakinah, muncul setelah
menikah. Tuhan memberikan perasaan tersebut kepada laki-laki dan
perempuan yang melaksanakan pernikahan dengan proses yang baik dan
benar. Sekadar penyaluran hasrat biologis tanpa menikah, tidak akan bisa
memberikan perasaan ketenangan dalam jiwa manusia.
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang” (QS. Ar Rum: 21).
5. Mendapatkan keturunan
Tujuan
mulia dari pernikahan adalah mendapatkan keturunan. Semua orang
memiliki kecenderungan dan perasaan senang dengan anak. Bahkan Nabi
menuntutkan agar menikahi perempuan yang penuh kasih sayang serta bisa
melahirkan banyak keturunan. Dengan memiliki anak keturunan, akan
memberikan jalan bagi kelanjutan generasi kemanusiaan di muka bumi.
Jenis kemanusiaan akan terjaga dan tidak punah, yang akan melaksanakan
misi kemanusiaan dalam kehidupan.
“Dan Allah menjadikan bagimu
pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak
dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik”
(QS. An-Nahl: 72).
6. Investasi akhirat
Anak adalah
investasi akhirat, bukan semata-mata kesenangan dunia. Dengan memiliki
anak yang shalih dan shalihah, akan memberikan kesempatan kepada kedua
orang tua untuk mendapatkan surga di akhirat kelak.
Rasulullah Saw
bersabda, “Di hari kiamat nanti orang-orang disuruh masuk ke dalam
surga, namun mereka berkata: wahai Tuhan kami, kami akan masuk setelah
ayah dan ibu kami masuk lebih dahulu. Kemudian ayah dan ibu mereka
datang. Maka Allah berfirman: Kenapa mereka masih belum masuk ke dalam
surga, masuklah kamu semua ke dalam surga. Mereka menjawab: wahai Tuhan
kami, bagaimana nasib ayah dan ibu kami? Kemudian Allah menjawab:
masuklah kamu dan orang tuamu ke dalam surga” (HR. Imam Ahmad dalam
musnadnya).
7. Menyalurkan fitrah
Di antara fitrah
manusia adalah berpasangan, bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan
untuk menjadi pasangan agar saling melengkapi, saling mengisi, dan
saling berbagi. Kesendirian merupakan persoalan yang membuat
ketidakseimbangan dalam kehidupan. Semua orang ingin berbagi, ingin
mendapatkan kasih sayang dan menyalurkan kasih sayang kepada
pasangannya.
Manusia juga memiliki fitrah kebapakan serta keibuan.
Laki-laki perlu menyalurkan fitrah kebapakan, perempuan perlu
menyalurkan fitrah keibuan dengan jalan yang benar, yaitu menikah dan
memiliki keturunan. Menikah adalah jalan yang terhormat dan tepat untuk
menyalurkan berbagai fitrah kemanusiaan tersebut.
8. Membentuk peradaban
Menikah
menyebabkan munculnya keteraturan hidup dalam masyarakat. Muncullah
keluarga sebagai basis pendidikan dan penanaman nilai-nilai kebaikan.
Lahirlah keluarga-keluarga sebagai pondasi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dengan menikah, terbentuklah tatanan kehidupan
kemasyarakatan yang ideal. Semua orang akan terikat dengan keluarga, dan
akan kembali kepada keluarga.
Perhatikanlah munculnya anak-anak
jalanan yang tidak memiliki keluarga atau terbuang dari keluarga. Mereka
menggantungkan kehidupan di tengah kerasnya kehidupan jalanan. Padahal
harusnya mereka dibina dan dididik di tengah kelembutan serta kehangatan
keluarga. Mereka mungkin saja korban dari kehancuran keluarga, dan
tidak bisa dibayangkan peradaban yang akan diciptakan dari kehidupan
jalanan ini.
Peradaban yang kuat akan lahir dari keluarga yang
kuat. Maka menikahlah untuk membentuk keluarga yang kuat. Dengan
demikian kita sudah berkontribusi menciptakan lahirnya peradaban yang
kuat serta bermartabat.
B. Persiapan Untuk Menikah
Dalam menjalankan pernikahan ,tentu ada persiapan yang harus di penuhi sehingga tercapai apa yang di inginkan, persiapan tersebut adalah :
A. Persiapan spiritual/moral (Kematangan visi keislaman)
Dalam tiap diri muslimah, selalu terdapat keinginan, bahwa suatu hari
nanti akan dipinang oleh seorang lelaki sholih, yang taat beribadah dan
dapat diharapkan menjadi qowwam/pemimpin dalam mengarungi kehidupan di
dunia, sebagai bekal dalam menuju akhirat. Tetapi, bila kita ingat
firman Allah dalam Alqurâ’an bahwa wanita yang keji, adalah untuk
laki-laki yang keji, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang
baik. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki
yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik….” (QS An-Nuur: 26).
jadi yang harus dipersiapkan awalnya adalah spiritual, karena kalau tidak ada persiapan ini maka akan sulit untuk membimbing dan mengetahui tugas dalam rumah tangga. maka di perlukan spiritual untuk memproleh apa yang kita inginkan seterlah menikah.
B. Persiapan konsepsional (memahami konsep tentang lembaga pernikahan)
Pernikahan sebagai ajang untuk menambah ibadah & pahala :
meningkatkan pahala dari Allah, terutama dalam Shalat Dua rokaat dari
orang yang telah menikah lebih baik daripada delapan puluh dua rokaatnya
orang yang bujang” (HR. Tamam).
Pernikahan sebagai wadah
terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan menegakkan dienullah.
Adapun dengan lahirnya anak yang sholih/sholihah maka akan menjadi
penyelamat bagi kedua orang tuanya.
Pernikahan sebagai sarana
tarbiyah (pendidikan) dan ladang dakwah. Dengan menikah, maka akan
banyak diperoleh pelajaran-pelajaran & hal-hal yang baru. Selain itu
pernikahan juga menjadi salah satu sarana dalam berdakwah, baik dakwah
ke keluarga, maupun ke masyarakat.
C. Persiapan kepribadian
Penerimaan adanya seorang pemimpin. Seorang muslimah harus faham dan
sadar betul bila menikah nanti akan ada seseorang yang baru kita kenal,
tetapi langsung menempati posisi sebagai seorang qowwam/pemimpin kita
yang senantiasa harus kita hormati & taati. Disinilah nanti salah
satu ujian pernikahan itu. Sebagai muslimah yang sudah terbiasa mandiri,
maka pemahaman konsep kepemimpinan yang baik sesuai dengan syariat
Islam akan menjadi modal dalam berinteraksi dengan suami.
Belajar untuk mengenal (bukan untuk dikenal). Seorang laki-laki yang
menjadi suami kita, sesungguhnya adalah orang asing bagi kita. Latar
belakang, suku, kebiasaan semuanya sangat jauh berbeda dengan kita
menjadi pemicu timbulnya perbedaan. Dan bila perbedaan tersebut tidak di
atur dengan baik melalui komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan, maka
bisa jadi timbul persoalan dalam pernikahan. Untuk itu harus ada
persiapan jiwa yang besar dalam menerima & berusaha mengenali suami
kita.
D. Persiapan Fisik
Kesiapan fisik ini ditandai
dengan kesehatan yang memadai sehingga kedua belah pihak akan mampu
melaksanakan fungsi diri sebagai suami ataupun isteri secara optimal.
Saat sebelum menikah, ada baiknya bila memeriksakan kesehatan tubuh,
terutama faktor yang mempengaruhi masalah reproduksi. Apakah organ-organ
reproduksi dapat berfungsi baik, atau adakah penyakit tertentu yang
diderita yang dapat berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak
dikandung. Bila ditemukan penyakit atau kelainan tertentu, segeralah
berobat.
E. Persiapan Material
Islam tidak menghendaki
kita berfikiran materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada
materi. Akan tetapi bagi seorang suami, yang akan mengemban amanah
sebagai kepala keluarga, maka diutamakan adanya kesiapan calon suami
untuk menafkahi. Dan bagi fihak wanita, adanya kesiapan untuk mengelola
keuangan keluarga. Insyallah bila suami berikhtiar untuk menafkahi maka
Allah akan mencukupkan rizki kepadanya. Allah menjadikan bagi kamu
isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari
yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari ni’mat Allah? (QS. 16:72) ” Dan nikahkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32)”.
F. Persiapan Sosial
Setelah sepasang manusia menikah berarti status sosialnya
dimasyarakatpun berubah. Mereka bukan lagi gadis dan lajang tetapi telah
berubah menjadi sebuah keluarga. Sehingga mereka pun harus mulai
membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan di kedua belah pihak
keluarga maupun di masyarakat. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah terhadap kedua
orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,”Q.S.
An-Nissa: 36).
Adapun persiapan-persiapan menjelang pernikahan
(A hingga F) yang tersebut di atas itu tidak dapat dengan begitu saja
kita raih. Melainkan perlu waktu dan proses belajar untuk mengkajinya.
Untuk itu maka saat kita kini masih memiliki banyak waktu, belum terikat
oleh kesibukan rumah tangga, maka upayakan untuk menuntut ilmu
sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah tangga kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar