BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat
ditekankan oleh Allah dan Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam
hati.Yaitu iman (akidah), Islam (syariat), dan ihsan (akhlak). Tetapi
sekarang-sekarang ini ada yang mengabaikan salah satu dari tiga hal ini.
Sehingga kehidupannya menjadi jauh dari agama.
Di
sini para penyusun akan menjelaskan tentang hubungan antara ketiganya, sehingga
kemantapan seorang mukmin akan terjaga. Semoga apa yang para penyusun susun
dalam makalah ini berguna untuk semua kalangan umat Islam.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah di sini ialah:
1. Hubungan akidah dengan syariat
Menjelaskan
tentang pengertian keduanya, dalil-dalil, serta contoh hubungan keduanya.
2. Hubungan akidah dengan akhlak
Menjelaskan tentang pengertian akhlak, dalil-dalil,
serta contoh hubungan keduanya.
BAB
II
HUBUNGAN
AQIDAH DENGAN SYARIAT DAN AKHLAK
A.
Hubungan Aqidah dengan Syariat
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
dari Abdullah bin Umar diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada
Rasulullah SAW, yang kemudian ternyata orang itu adalah malaikat Jibril,
menanyakan tetang arti Iman (Aqidah), Islam (Syariat), dan Ihsan
(Akhlak).Dan dalam dialog antara Rasulullah SAW dengan malaikat Jibril
itu, Rasulullah SAW memberikan pengertian tentang Iman, Islam, dan Ihsan
tersebut sebagai berikut.
Iman
(Aqidah) :
Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
Rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat serta engkau beriman kepada kadar (ketentuan
Tuhan) baik dan buruk.
Islam
(Syariat) :
Engkau menyaksikan bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad
adalah Rasulullah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa Ramadhan
dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana.
Ihsan :
Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, tetapi jika engkau tidak
melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia selalu melihat engkau.[1]
Ditinjau
dari hadis di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antar ketiganya
sangat erat bagaikan sebuah pohon. Tidak dapat dipisahkan antara akar (Aqidah),
batang (Syariat), dan daun (Akhlak).
Hubungan
aqidah dengan syariat akan dijelaskan lebih terperinci disini.
Menurut
Syekh Mahmud Syaltut ketika menjelaskan tentang kedudukan akidah dan syariah
menulis: Akidah itu di dalam posisinya menurut Islam adalah pokok yang kemudian
di atasnya dibangus syariat. Sedang syariat itu sendiri adalah hasil yang
dilahirkan oleh akidah tersebut. Dengan demikian tidaklah akan terdapat syariat
di dalam Islam, melainkan karena adanya akidah; sebagaimana syariat tidak akan
berkembang, melainkan di bawah naungan akidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa
akidah laksana gedung tanpa fondasi.[2]
Ada
juga yang menyatakan bahwa hubungan aqidah dengan syariat adalah hubungan di
antara budi dan perangai. Dalam undang-undang budi, suatu budi yang tinggi
hendaklah dilatihkan terus supaya menjadi perangai dan kebiasaan. Kalau seorang
telah mengakui percaya kepada Allah dan kepada Hari Kemudian, dan telah
mengakui pula percaya kepada Rasul-rasul Utusan Tuhan, niscaya dengan
sendirinya kepercayaan itu mendorongnya supaya mencari perbuatan-perbuatan yang
diterima dengan rela oleh Tuhan. Niscaya dia bersiap-siap sebab dia telah
percaya bahwa kelak dia akan berjumpa dengan Tuhan. Niscaya dia senantiasa
berusaha di dalam hidup menempuh jalan lurus. Tak obahnya dengan orang yang
mengakui diri gagah berani, dia ingin membuktikan keberaniannya ke medan
perang. Seseorang yang mengakui dirinya dermawan, berusa mencari lobang untuk
menafkahkan harta bendanya kepada orang yang patut dibantu. Seorang yang
mengakui dirinya orang jujur, senantiasa menjaga supaya perkatannya jangan
bercampur bohong.[3]
Inilah
aqidah yang kuat, aqidah yang sebenarnya. Apabila keyakinan semacam ini telah
dipegang dan dilaksanakan, maka seorang mukmin yang semacam ini telah mempunyai
prinsip yang benar dan kokoh. Ia senantiasa berkomunikasi dengan orang-orang
dengan penuh rasa tanggung-jawab dan waspada dalam segala urusan. Apabila
mereka berada di atas dasar kebenaran, maka ia dapat bekerja sama dengan
mereka. Kalau ia melihat mereka menyimpang dari jalan yang benar, maka ia
mengambil jalan sendiri.[4]
Rasulullah bersabda:
لايكن
احدكم أمعة يقول : انا مع الناس، ان احسن الناس احسنث وان اساءوا اسأث، ولكن وظنوا
انفسكم ان حسن الناس ان ثحسنوا وان اساءوا ان ثجثنبوا اساءثهم (رواه الترذي)
“Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang
tidak mempunyai pendirian, ia berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau
orang berbuat baik, saya juga berbuat baik; dan kalau orang berbuat jahat, saya
juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah pendirianmu. Apabila orang berbuat
baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau mereka berbuat jahat,
hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu.” (HR. Turmuzi)
Dari
uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa iman itu merupakan satu hal yang
sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk
memantapkan uraian ini, iman laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan
segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya
seperti benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan.[5]
Kemantapan
iman dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa
al-Allah(Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi
nikmat kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah
kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah.
Al-Maududi mengemukakan beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam
kehidupan manusia.
1. Manusia yang
percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang berpandangan sempit dan
berakal pendek.
2. Keimanan
mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai
manusia.
3. Bersamaan
dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke dalam diri
manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
4. Keimanan
membuat manusia menjadi suci dan benar.
5. Orang yang
beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang bagaimanapun.
6. Orang yang
beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan percaya teguh kepada
Allah SWT.
7. Keimanan
membuat keberanian dalam diri manusia.
8. Keimanan
terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan
sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
9. Pengaruuh yang
terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-hukum
Allah.[6]
B.
Hubungan Aqidah dengan Akhlak
Menurut
Mahmud Syaltut, tidak diragukan lagi bahwa untuk memperguanakan dan menjalankan
bagian aqidah dan ibadah perlu pula berpegang kuat dan tekun dalam mewujudkan
bagian lain yang disebut dengan bagian akhlak. Sejarah risalah ketuhanan dalam
seluruh prosesnya telah membuktikan bahwa kebahagiaan di segenap lapangan hanya
diperoleh dengan menempuh budi pekerti (berakhlak mulia).[7]
Prof.
Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddiequ di dalam bukunya Al Islam mengatakan:
Kepercayaan dan Budi pekerti dalam pandangan
Al-Qur’an hampir dihukum satu, dihukum setaraf, sederajat. Lantaran demikianlah
Tuhan mencurahkan kehormatan kepada akhlak dan membesarkan kedudukannya. Bahkan
Allah memerintahkan seorang muslim memelihara akhlaknya dengan kata-kata
perintah yang pasti, terang, dan jelas. Para muslim tidak dibenarkan sedikit
juga menyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tak boleh memudah-mudahkannya.[8]
Akidah
tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat
berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik.
Sebaliknya akhlak tanpa akidah hanya merupakan layang-layaang bagi benda yang
tidak tetap, yang selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian
yang serius terhadap pendidikan akhlak.
Rasulullah
SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan
kebaikan akhlaknya. Sabda beliau: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya
ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim)
Dengan
demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah
laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari
imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai
iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai
Iman yang lemah.[9] Muhammad
al-Gazali mengatakan, iman yang kuat mewujudkan akhlak yang baik dan mulia,
sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk.[10]
Nabi
Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan
perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang
yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan
iman. Beliau bersabda:
الحياء
والايمان قرناء جميعا فاذا رفع احدهما رفع الاخر (رواه الكاريم)
”Malu dan iman itu keduanya bergandengan, jika
hilang salah satunya, maka hilang pula yang lain”. (HR. Hakim)
Kalau
kita perhatikan hadits di atas, nyatalah bahwa rasa malu sangat berpautan
dengan iman hingga boleh dikatakan bahwa tiap orang yang beriman pastilah ia
mempunyai rasa malu; dan jika ia tidak mempunyai rasa malu, berarti tidak
beriman atau lemah imannya.[11]
BAB
III
KESIMPULAN
Kaitan
antara aqidah, syariat dan akhlak ialah bagaikan sebuah pohon, terdapat akar,
batang dan daun, yang saling menyatu bila satu hilang atau rusak maka akan
terjadi kehancuran untuk pohon tersebut.
Aqidah
merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariat dan akhlak. Tanpa aqidah,
syariat dan akhlak yang baik akan menjadi percuma, atau pun sebaliknya.
Rasulullah pernah menjelaskan tentang pegertian ketiganya ketika Jibril datang
kepadanya sebagai seorang manusia.
Rasulullah
sangat menekankan hubungan antara ketiganya. Tidak boleh dilepas satu sama
lain. Rasulullah menegaskan barang siapa meninggalkan syariat dan akhlak akan
kehilangan keimanannya, ataupun sebaliknya. Dan Rasulullah menegaskan untuk
memelihara ketiganya dalam tubuh seorang mukmin dan muslim.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Asmaran As., M.A. 2002. Pengantar Studi
Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mahmud Syaltut, 1966. Islam Aqidah wa
Syariah, I, Kairo: Dar al-Kalam.
Prof. Dr. Hamka. 1982. Iman dan Amal Shaleh.
Jakarta: Pustaka Panjimas
Muhammad al_Gazali, 1970, Khuluk al-Muslim, Kuwait:
Dar al Bayan.
_________________, 1970, Al Aqidah Islam, Kuwait: Dar al Bayan.
Abdul Al-Maududi, t.t., Towards Undestanding Islam,
Jeddah: One Seeking Mercy of Allah
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, 1977, Al
Islam I, Jakarta: Bulan Bintang
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang
merupakan agama yang berintikan iman dan amal. Akidah adalah pokok yang
diatasnya berdiri syariat. Sedangkan amal atau perbuatan adalah syariat dan
cabang-cabangnya sebagai buah dari keimanan.
Akidah dan syariat keduanya saling sambung menyambung tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dalam AlQuran amal perbuatan selalu disertakan penyebutannya dengan keimanan.
" Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan bahwa mereka itu akan memperoleh surga yang dibawahnya mengalirlah beberapa sungai. (Q.S AlBaqarah [2]: 25)
" ..Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka Tuhan Yang Maha Pengasih akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang". (Q.S Maryam: 96).
Akidah dan syariat keduanya saling sambung menyambung tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dalam AlQuran amal perbuatan selalu disertakan penyebutannya dengan keimanan.
" Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan bahwa mereka itu akan memperoleh surga yang dibawahnya mengalirlah beberapa sungai. (Q.S AlBaqarah [2]: 25)
" ..Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka Tuhan Yang Maha Pengasih akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang". (Q.S Maryam: 96).
Pengertian Akidah
Akidah berasal dari kata عقد-يعقد-عقدة و عقيدة yang berarti mengikat.
Akidah secara istilah yaitu apa-apa yang diikat atau dipercayai oleh hati dan pikiran.
Sedangkan yang dimaksud dengan akidah islam adalah segala perkara yang dipercayai oleh umat islam dengan mantap menurut akal sehatnya.
Usul akidah Islam
Masalah-masalah dan perkara-perkara yang wajib bagi seorang muslim untuk mengimaninya (mempercayainya) di dalam kaitannya dengan akidah Islam dimungkinkan untuk dibagi ke dalam4 macam yaitu :
1. Ketuhanan, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan Allah SWt, baik itu nama-namaNya dan juga Sifat-sifatNya.
2. Kenabian dan Risalah, Yaitu yang berkaitan dengan seputar para Rasul, nabi-nabi, Keunggulannya, sifat-sifatnya, mukjizat-mukjizatnya dan juga kemaksumannya.
3. Ruhaniyah, Yaitu yang berkaitan dengan alam yang tidak nampak secara kasat mata, seperti adanya Maaikat, Jin, syetan dan ruh.
4. Sam'iyat, Yaitu berita-berita dari alam gaib yang tidak ada yang mengetahuinya (kecuali Allah) yang disebut dalam Al Quran dan Sunnah Nabi.
Read more: Makna Akidah Islam - IslamWiki | Tentang Islam http://islamwiki.blogspot.com/2009/01/makna-akidah-islam.html#ixzz2ScZUaua9
Under Creative Commons License: Attribution
TUJUAN SYARIAT DIATUR ALLAH
Asy syari’at secara bahasa artinya madzhab (aliran, isme, pemikiran) dan jalan yang lurus. Syir’atul ma’ artinya sumber air yang dituju untuk diminum. Syara’a artinya nahaja (menempuh) wa audhoha (menerangkan) wa bayyana al masalika (menjelaskan jalan yang ditempuh). Syara’ayasyra’u- syar’an lahum artinya sanna (membuat ketetapan). [Tafsir Al Qurthubi 16/10].
Asy syari’at secara bahasa artinya madzhab (aliran, isme, pemikiran) dan jalan yang lurus. Syir’atul ma’ artinya sumber air yang dituju untuk diminum. Syara’a artinya nahaja (menempuh) wa audhoha (menerangkan) wa bayyana al masalika (menjelaskan jalan yang ditempuh). Syara’ayasyra’u- syar’an lahum artinya sanna (membuat ketetapan). [Tafsir Al Qurthubi 16/10].
Syariah Islam menurut pengertian syar’i adalah
hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya, baik dengan
Al Qur’an maupun dengan sunah Rasulullah. [Al Madkhal Ila Dirasati Syari'ah
Islamiyah hal. 34-35].
Syariat Islam diturunkan kepada manusia memiliki
tujuan yang sangat mulia.
Seperti :
1. Memelihara atau melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap orang untuk memilih antara beriman atau tidak, karena, “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam” (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk memilih, “…Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS. Al Kahfi, 18:29).
Dengan memilih muslim, maka tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak melaksanakan kewajibannya. Seandainya ada seorang muslim tidak shalat, hal ini “bukan hanya” urusan pribadi tapi menjadi urusan semua muslim terutama Ulul Amri. Jika ada seorang muslim tidak melaksanakan kewajiban shalat karena dia tidak yakin akan kewajiban shalat, maka Empat Mahzab dan jumhur (mayoritas) ulama sepakat menyatakan yang bersangkutan kafir. Yang karenanya harus dihukumkan kafir, artinya bila dalam tiga hari dia tidak segera sadar, maka dihukumkan sebagai murtad yang halal darahnya sehingga Ulul Amri bisa menjatuhkan hukuman mati. Tapi, seandainya tidak shalatnya yang bersangkutan bukan karena tidak yakin, tapi karena alasan malas misalnya, maka dalam hal ini “tiga” mazhab (Syafi’i, Hanafi, Maliki) menyatakan yang bersangkutan berdosa besar, sementra Mazhab Hambali tetap mengkafirkannya.
Seperti :
1. Memelihara atau melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap orang untuk memilih antara beriman atau tidak, karena, “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam” (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk memilih, “…Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS. Al Kahfi, 18:29).
Dengan memilih muslim, maka tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak melaksanakan kewajibannya. Seandainya ada seorang muslim tidak shalat, hal ini “bukan hanya” urusan pribadi tapi menjadi urusan semua muslim terutama Ulul Amri. Jika ada seorang muslim tidak melaksanakan kewajiban shalat karena dia tidak yakin akan kewajiban shalat, maka Empat Mahzab dan jumhur (mayoritas) ulama sepakat menyatakan yang bersangkutan kafir. Yang karenanya harus dihukumkan kafir, artinya bila dalam tiga hari dia tidak segera sadar, maka dihukumkan sebagai murtad yang halal darahnya sehingga Ulul Amri bisa menjatuhkan hukuman mati. Tapi, seandainya tidak shalatnya yang bersangkutan bukan karena tidak yakin, tapi karena alasan malas misalnya, maka dalam hal ini “tiga” mazhab (Syafi’i, Hanafi, Maliki) menyatakan yang bersangkutan berdosa besar, sementra Mazhab Hambali tetap mengkafirkannya.
B. Sifat
v
Sifat-sifat Wajib Allah
1. Wujud artinya Ada
2. Qidam artinya Sedia (adanya tidak didahului oleh sesuatu)
3. Baqo’ artinya Kekal
4. Mukholafatu Lilhawadisi artinya Tidak Menyerupai Sesuatu
5. Qiyamuhu bi Nafsihi artinya Berdiri pribadi
6. Wahdaniyat artinya Esa (satu)
7. Qudrot artinya Kuasa
8. Irodat artinya Berkemauan (Berkehendak)
9. 'Ilmun artinya Mengetahui (berpengetahuan)
10. Hayat artinya Hidup
11. Sam’un artinya Mendengar
12. Bashorun artinya Melihat
13. Kalamun artinya Berbicara
14. Kaunuhu Qodiron artinya Berkeadaan Yang Berkuasa
15. Kaunuhu Muridan artinya Berkeadaan Yang Berkemauan
16. Kaunuhu ‘Aliman artinya Berkeadaan Yang Berpengetahuan
17. Kaunuhu Hayyan artinya Berkeadaan Yang Hidup
18. Kaunuhu Sami’an artinya Berkeadaan Yang Mendengar
19. Kaunuhu Bashiron artinya Berkeadaan Yang Melihat
20. Kaunuhu Mutakalliman artinya Berkeadaan Yang Berbicara
1. Wujud artinya Ada
2. Qidam artinya Sedia (adanya tidak didahului oleh sesuatu)
3. Baqo’ artinya Kekal
4. Mukholafatu Lilhawadisi artinya Tidak Menyerupai Sesuatu
5. Qiyamuhu bi Nafsihi artinya Berdiri pribadi
6. Wahdaniyat artinya Esa (satu)
7. Qudrot artinya Kuasa
8. Irodat artinya Berkemauan (Berkehendak)
9. 'Ilmun artinya Mengetahui (berpengetahuan)
10. Hayat artinya Hidup
11. Sam’un artinya Mendengar
12. Bashorun artinya Melihat
13. Kalamun artinya Berbicara
14. Kaunuhu Qodiron artinya Berkeadaan Yang Berkuasa
15. Kaunuhu Muridan artinya Berkeadaan Yang Berkemauan
16. Kaunuhu ‘Aliman artinya Berkeadaan Yang Berpengetahuan
17. Kaunuhu Hayyan artinya Berkeadaan Yang Hidup
18. Kaunuhu Sami’an artinya Berkeadaan Yang Mendengar
19. Kaunuhu Bashiron artinya Berkeadaan Yang Melihat
20. Kaunuhu Mutakalliman artinya Berkeadaan Yang Berbicara
v
Sifat-sifatMustahil Allah
1. Al-Adamun artinya Tidak Ada
2. Al-Khudusun artinya Baru (ada permulaannya)
3. Al-Fana’un artinya Berubah-ubah (tidak Kekal)
4. Al-Mumasalatun lil Hawadis artinya Menyerupai Sesuatu
5. Al-Ihtaju Lighoirihi artinya Tidak Berdiri Pribadi (berhajat kepada yang lain)
6. Ujudil Syariki artinya Lebih dari Satu (berbilang)
7. Al-‘ajzu artinya Tidak Berkuasa
8. Al-Karohatu artinya Tidak Berkemauan (Terpaksa)
9. Al-Jahlun artinya Bodoh
10. Al-Mautun artinya Mati
11. As-Shomamu artinya Tuli
12. Al-‘Umyu artinya Buta
13. Al-Bukmu artinya Bisu
14. Kaunuhu ‘Ajizan artinya Berkeadaan Yang Tidak berkuasa
15. Kaunuhu Mukrohan artinya Berkeadaan Yang Terpaksa
16. Kaunuhu Jahilan artinya Berkeadaan Yang Bodoh
17. Kaunuhu Mayyitan artinya Berkeadaan Yang Mati
18. Kaunuhu Ashommu artinya Berkeadaan Yang Tuli
19. Kaunuhu a’ma artinya Berkeadaan Yang Buta
20. Kaunuhi Abkamu artinya Berkeadaan Yang Bisu
1. Al-Adamun artinya Tidak Ada
2. Al-Khudusun artinya Baru (ada permulaannya)
3. Al-Fana’un artinya Berubah-ubah (tidak Kekal)
4. Al-Mumasalatun lil Hawadis artinya Menyerupai Sesuatu
5. Al-Ihtaju Lighoirihi artinya Tidak Berdiri Pribadi (berhajat kepada yang lain)
6. Ujudil Syariki artinya Lebih dari Satu (berbilang)
7. Al-‘ajzu artinya Tidak Berkuasa
8. Al-Karohatu artinya Tidak Berkemauan (Terpaksa)
9. Al-Jahlun artinya Bodoh
10. Al-Mautun artinya Mati
11. As-Shomamu artinya Tuli
12. Al-‘Umyu artinya Buta
13. Al-Bukmu artinya Bisu
14. Kaunuhu ‘Ajizan artinya Berkeadaan Yang Tidak berkuasa
15. Kaunuhu Mukrohan artinya Berkeadaan Yang Terpaksa
16. Kaunuhu Jahilan artinya Berkeadaan Yang Bodoh
17. Kaunuhu Mayyitan artinya Berkeadaan Yang Mati
18. Kaunuhu Ashommu artinya Berkeadaan Yang Tuli
19. Kaunuhu a’ma artinya Berkeadaan Yang Buta
20. Kaunuhi Abkamu artinya Berkeadaan Yang Bisu
v
Sifat Jaiz Allah yaitu Allah membuat atau tidak membuat segala sesuatu yang
mungkin ini, hanyalah kemungkinan belaka. Sifat membuat alam ini atau tidak
membuatnya adalah sifat JAIZ bagi Allah namanya. Artinya boleh jadi dikehendaki
boleh jadi tidak. Apabila dikehendaki, diadakanlah dan terjadi; dan apabila
tidak dikehendaki, tidak diadakan dan tidak terjadi.
C. Unsur Keimanan Kepada Allah
Iman
kepada Allah mengandung empat unsur, yaitu sebagai berikut:
1.
Beriman akan adanya Allah.
2.
Mengimani sifat rububiyah Allah (Tauhid Rububiyah)
3.
Mengimani sifat uluhiyah Allah (Tauhid Uluhiyah)
4.
Mengimani Asma’ dan Sifat Allah (Tauhid Asma’ wa Sifat)
D. Buah beriman kepada Allah
Beriman
kepada Allah secara benar sebagaimana digambarkan akan membuahkan beberapa
hasil yang sangat agung bagi orang-orang beriman, diantaranya:
- Merealisasikan pengesaan kepada Allah sehingga tidak menggantungkan harapan kepada selain Allah, tidak takut, dan tidak menyembah kepada selain-Nya.
- Menyempurnakan kecintaan terhadap Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan kandungan makna nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya Yang Agung.
Merealisasikan
ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa yang diperintah serta menjauhi apa
yang dilarang-Nya
B. Tugas dan Sifat Malaikat
1.
Tugas Malaikat
a.
Beribadah kepada Allah SWT dengan senantiasa bertasbih kepada-Nya baik siang
maupun malam tanpa rasa bosan maupun terpaksa
b.
Membawa wahyu kepada anbiya’ maupun para Rasul
c.
Memohon ampunan bagi kaum yang beriman
d.
Meniup sangkakala
e.
Mencatat amal perbuatan manusia dan jin
f.
Mencabut nyawa
g.
Memberi salam kepada para penghuni syurga
h.
Menyiksa para penghuni neraka
i.
Memikul arsy’ Allah SWT
j.
Memberi kabar gembira dan memperkuat kondisi kaum mukminin
k.
Mengerjakan berbagai pekerjaan lain selain di atas, seperti melarang perbuatan
maksiat dan memberikan pelajaran, membagi tugas dan pekerjaan, membawa
kebaikan, menyebarkan rahmat, membedakan antara benar dan salah, dll.
2.
Sifat Malaikat
a.
Ghaib.
(tidak
terlihat oleh kasat mata)
b.
Taat
dan tak pernah maksiat kepada Allah.
c.
Teliti
dan disiplin.
d.
Mereka juga memiliki sayap yang berbeda-beda, ada yang 2 pasang, 3, 4 bahkan
malaikat Jibril Alaihissalam memiliki sayap hingga enam ratus.
e.
Senantiasa
mendoakan dan mencintai serta menolong orang-orang mu’min.
f.
Dapat
merubah bentuk dengan izin Allah swt. menyerupai sesuatu yang baik termasuk
manusia.
g.
Tidak
masuk pada rumah yang ada patungnya, atau gambar, atau anjing, atau lonceng dan
merasa tersakiti dengan apa yang menyakiti orang-orang mu’min.
h.
Tidak
suka masuk pada tempat-tempat yang hina, dll.
B. Keistimewaan Al-Qur'an Dibanding
Kitab Sebelumnya
1.
Dari segi turunnya: AlQuran diturunkan kepada Muhammad SAW dengan Haq, kemudian
para sahabat memperolehnya dengan cara hafalan dan ditulis.
2.
Kandungan AlQuran sempurna, Yaitu menjadi pertimbangan kebenaran terhadap
kitab-kitab sebelumnya, Apa-apa yang sesuai dengan Alquran maka itulah yang
Haq.
3.
AlQuran adalah satu-satunya kitab Suci yang selamat dari penyelewengan dan
perubahan yang dilakukan oleh pengikutnya yang tak bertanggung jawab
4.
Bahasa yang dipakai di dalam AlQuran sangat indah tidak akan ada yang mampu
membuat ayat seperti itu
5.
AlQuran adalah petunjuk dan syifaaun.
6.
AlQuran adalah Kitab yng paling sering dibaca manusia.
B. Beberapa Nabi dan Rasul yang
Perlu Diketahui
- Adam ‘Alaihissalam (QS. Thaha: 115).
- Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, Harun, Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Ismail, Ilyasa, Yunus, dan Luth. (QS. Al-An’am: 83-89).
- Idris ‘Alaihissalam (QS. Maryam: 56).
- Hud ‘Alaihissalam (QS. Asy-Syu’ara: 123-125).
- Shalih ‘Alaihissalam (QS. Asy-Syu’ara: 141-143).
- Syu’aib ‘Alaihissalam (QS. Asy-Syu’ara: 176-178).
- Zulkifli ‘Alaihissalam (QS. Shad: 48).
- Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (QS. Al-Ahzab: 40).
BAB IX
AKHLAK TERHADAP ALLAH, MANUSIA, DAN
LINGKUNGAN HIDUP
A. Akhlak Terhadap Allah
- Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.
- Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
- Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah.
- Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
- Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
B. Akhlak Terhadap Manusia
- Husnuzan. Berasal dari lafal husnun ( baik ) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang. Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain: Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul-Nya Adalah untuk kebaikan manusia. Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk. Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain.
- Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Allah berfirman , Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya, dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. Al Isra/17:24) Ayat di atas menjelaskan perintah tawaduk kepada kedua orang tua.
- Tasamu artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia. Allah berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S. Alkafirun/109: 6). Ayat tersebut menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakini.
- Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia. Allah berfirman, ”...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...”(Q.S. Al Maidah :2)
C. Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup
- Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang tidak bernyawa.Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur'an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya.
- Dalam
pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang,
atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi
kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut mampu menghormati proses yang sedang berjalan, dan terhadap proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertangung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia itu sendiri. - Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya di ciptakan oleh Allah SWT, dan menjadi milik-Nya, serta kesemuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semunya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
D. Dalil-dalil Akhlak Terhadap
Allah, Manusia, dan Lingkungan Hidup
“Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”(Q.S. Al Baqarah :188).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar